Sabtu, 02 Februari 2013

Christmas Eve


             Lonceng berbunyi pertanda sekarang adalah malam natal di tahun 2012 ini. Tak terasa tahun 2012 ini akan segera berakhir. Meninggalkan kenangan yang akan selalu membekas di ingatan. Pohon natal yang beukuran kurang lebih dari 5 meter menghiasi pusat kota ini, dengan hiasan khas natal yang selalu menghiasi setiap ranting pohon natal itu, yang memberikan kesan mewah kepada setiap orang yang melihatnya.
            Memang mayoritas di kota Sligo ini menganut agama katolik dan kristen protestan. Tak heran jika natal datang, kota ini akan dipenuhi dengan hiasan yang memenuhi sudut kota dan setiap rumah atau pertokoan di sini. Salju pun selalu menemani ketika natal telah tiba, menambah kesan yang sangat menarik dan berkesan. Suasana di sini pun hangat dengan begitu banyaknya orang yang berbondong-bondong pergi ke gereja ataupun sekedar mampir ke toko-toko untuk membeli perlengkapan natal.
            Natal itulah hari yang selalu ditunggu oleh setiap orang khususnya penganut agama katolik dan protestan. Natal bagaikan suatu kemenangan dan kebahagian yang akan kita dapatkan ketika kita merayakannya.
Itulah yang dirasakan Mark seorang pria yang berumur tujuh belas tahun, dengan ketampanan dan bakat yang ia miliki dalam bidang musik yang tak usah dihiraukan lagi. Dia selalu pulang ke tempat dia dilahirkan di Sligo, walaupun sekarang dia telah disibukan dengan berbagai tugas dari kuliahnya di London. Setiap malam natal dia selalu menyempatkan diri untuk pulang dan merayakannya dengan keluarganya di Sligo.
Carla dia lah adik satu-satunya yang Mark punya. Dia seorang gadis kecil berumur tujuh tahun, dengan rambut lurus terurai panjang sepinggangnya itu, dengan bando yang selalu menghiasi rambut panjangnya itu. Pipi merah dan chubby yang membuat dia selalu terlihat lucu dan orang-orang yang melihatnya pun selalu ingin mencubit pipi chubbynya itu. Dan satu ciri yang sangat mirip dengan Mark yaitu Carla pun memiliki lesung pipi yang membuatnya terlihat semakin cantik dan lucu. Perbedaan umur yang terpaut sepuluh tahun dengan Mark. Membuatnya jarang bertemu dengan Mark, karena Mark tinggal di London untuk berkuliah di sana.
Namun, natal tahun ini tak membuat Mark bahagia akan kedatangannya. Sekarang Mark hanya terdiam di sebuah sofa berwarana coklat yang ia beli di London sebagai hadiah untuk mom and dadnya itu. Tak lama kemudian ia pun beranjak dari sofa itu dan pergi ke kamar adiknya Carla. Ia memandangi setiap sudut dan barang-barang yang ada di kamar itu. Barang-barang yang masih tertata rapi dan memenuhi kamar itu. Boneka-boneka teddy bear kesukaan adiknya yang tertata rapi di lemari. Mainan-mainan yang masih tersimpan rapi di box mainan yang terletak bersebelahan dengan lemari boneka itu. Baju-baju yang masih rapi dengan nuansa pink terjaja rapi di lemari yang berwarna pink pula. Tempat tidur yang masih rapi tak terlihat ada satu kotoran ataupun kusut. Dengan seprai bergambarkan princess pun masih rapi menyelimuti tempat tidurnya. Dan pohon natal yang masih berdiri tegak lengkap dengan hiasannya yang berdiri di sudut ruangan tempat di mana Mark terdiam sekarang.
Mark pun terdiam di sudut kamar adiknya itu dengan duduk di sebuah sofa berwarna pink, yang ia berikan untuk adiknya itu. Di mana tempat itu adalah tempat favorite Carla di setiap malam natal untuk menunggu kedatangan kakak tercintanya itu. Mark pun memandang ke arah jendela yang memperlihatkan halaman taman yang ia buat bersama adiknya itu. Halaman yang ketika musim semi dipenuhi dengan berbagai macam bunga-bunga yang berwarna-warni. Dan ketika musim dingin datang halaman itu berubah menjadi gumpalan salju tebal yang menutupinya. Sebuah boneka salju pun berdiri dengan tegak tepat berada di samping pagar rumahnya. Air mata yang tak bisa Mark tahan itu akhirnya keluar dari mata dengan bola matanya yang biru itu. Dia masih teringat dengan kejadian satu tahun lalu, yang mungkin menjadi sebuah kesedihan yang mendalam untuk Mark.
***
25/11/2011
                “Mom, satu bulan lagi natal ya? Kak Mark pasti pulang kan, Mom?” Tanya Carla yang terlihat begitu ceria dengan senyuman manis itu, ketika satu bulan lagi natal tiba dan Mark kakak tercintanya itu akan pulang.
                “Iya sayang, kakak kamu pasti pulang natal nanti.” Jawab Marie seorang wanita cantik yang melahirkan dua anak yang begitu cantik dan tampan itu. Hujan yang deras di luar sana membuar Carla kedinginan dan mimisan.
                “Mommy, hidung aku berdarah lagi aku juga pusing.” Darah terus mengalir dari hidungnya. Membuat suasana menjadi semakin panik.
                “Iya sayang, sini Mommy gendong. Kamu istirahat di kamar ya, Dad lagi panggil dokternya sayang.” Tubuh kecilnya itu terkujur kaku di tempat tidur dengan seprai bergambar princess kesukaannya itu. Tak lama kemudian dokter pun tiba di kamar Carla dan segera memeriksa keadaannya.
                “Dok, bagaimana keadaan anak saya? Dia sakit apa ya?”
                “Bu, sebaiknya kita bicarakan di luar saja.”
                “Baiklah, Dok.” Mereka pun meninggalkan kamar Carla dan pergi ke ruang tamu untuk membicarakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Carla.
                “Dok, jadi bagaimana keadaan anak saya.”
                “Ibu, Bapak saya mau tanya dulu. Apakah Carla sering mengalami mimisan ataupun pingsan secara tiba-tiba?”
                “Iya, Dok. Saya kira seperti itu, apalagi jika dia kecapekan. Saya kira mungkin itu efek dari kecapekan saja.”
                “Ibu, Bapak sebenarnya Carla mengalami pingsan atau mimisan secara tiba-tiba bukan karena efek dari kecapekan semata-mata. Tapi...”
                “Tapi kenapa, Dok?”
                “Ibu, Bapak sebenarnya Carla mengidap penyakit leukimia stadium akhir. Saya kira dia telah menginap penyakit ini kurang lebih selama satu tahun. Mungkin karena Ibu dan Bapak yang mengira yang dialami Carla ini hanya sebuah efek dari kecapekan. Akhirnya setelah sekian lama, baru saat ini Ibu dan Bapak mengetahui kondisi Carla yang sebenarnya.”
                “Gak mungkin, Dok. Anak saya gak mungkin mengidap penyakit itu.” Air mata pun mengalir dari kedua mata Marie dan Oliver sebagai orang tua dari Carla yang baru saja mengetahui bahwa anaknya mengidap penyakit yang mungkin berujung kematian bagi anaknya itu.
                “Tapi Bu, memang ini kenyataanya. Carla harus segera menjalani terapi untuk menghilangkan rasa sakit yang akan dia rasakan. Untuk saat ini saya tidak bisa memastikan bahwa Carla akan sembuh total, berhubung saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkannya. Ditambah kondisi Carla yang masih anak kecil, memungkinkan sistem imunnya akan semakin menurun. Sebaik kita berdoa saja kepada Tuhan, semoga Carla mendapatkan kesembuhan seperti sedia kala. Ibu, Bapak saya mohon pamit dan ini resep obat yang harus ditebus.”
                “Dad, Carla baik-baik saja kan. Dia gak apa-apa kan.” Air matanya terus mengalir, memperlihatkan bahwa dia belum bisa menerima kenyataan yang ada.
                “Dia akan baik-baik saja, Mom. Kita tetap berusaha saja akan kesembuhannya dan terus berdoa kepada Tuhan.”
                “Moommmyyy.” Suara itu memecahkan suasana kesedihan yang ada pada diri Marie dan Oliver. Mereka pun segera menemui Carla di kamarnya.
                “Iya sayang, Mom ada di sini. Ada apa sayang?”
                “Aku pengen sama kak Mark. Aku kangen sama dia.”
                “Iya, nanti kak Mark pulang kok. Mommy telpon dulu ya.”
                “Tapi aku yang ngomong sama kak Mark ya, Mom.” Senyuman manisnya itu pun kembali muncul membuat kenyataan yang ia dapati itu tak selayaknya ia alami.
                “Iya sayang.” Mereka pun segera mencoba untuk menghubungi Mark.
Beberapa menit kemudian,
                “Tut....Tut....Tut.....” Hanya suara itulah yang mereka dapati, pertanda bahwa Mark tidak menerima telponnya itu. Mereka pun terus menelpon mark. Namun yang didapati adalah suara yang sama seperti tadi.
                “Mommy mana? Aku mau ngomong sama kak Mark. Kok lama banget?”
                “Kak Mark lagi sibuk sayang. Dia gak angkat telpon dari Mommy. Nanti Mommy coba telpon lagi ya. Sekarang kamu makan dulu terus makan obat. Biar cepet sembuh ya, sayang.”
                “Tapi aku pengen sama kak Mark, Mommy.”
“Iya sayang. Nanti kakak kamu pasti pulang kok. Sekarang kamu makan dan makan obat ya. Kalo kakak kamu tau, kamu gak mau makan dan makan obat, dia gak akan pulang loh.”
“Iya deh aku mau makan dan makan obatnya, asal kak Mark pulang.”
“Nah gitu dong. Itu namanya anak Mommy.”
Mereka pun terus mencoba untuk menghubungi Mark. Nampaknya keberuntungan tak berpihak kepada mereka. Mark tak pernah mengangkat telpon dari mereka atau pun mengabari mereka. Mark hanya terlalu fokus dengan urusan pribadinya saja tanpa memperdulikan keluarganya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar