Lonceng berbunyi
pertanda sekarang adalah malam natal di tahun 2012 ini. Tak terasa tahun 2012
ini akan segera berakhir. Meninggalkan kenangan yang akan selalu membekas di
ingatan. Pohon natal yang beukuran kurang lebih dari 5 meter menghiasi pusat
kota ini, dengan hiasan khas natal yang selalu menghiasi setiap ranting pohon
natal itu, yang memberikan kesan mewah kepada setiap orang yang melihatnya.
Memang mayoritas di kota Sligo ini menganut agama katolik
dan kristen protestan. Tak heran jika natal datang, kota ini akan dipenuhi dengan
hiasan yang memenuhi sudut kota dan setiap rumah atau pertokoan di sini. Salju
pun selalu menemani ketika natal telah tiba, menambah kesan yang sangat menarik
dan berkesan. Suasana di sini pun hangat dengan begitu banyaknya orang yang
berbondong-bondong pergi ke gereja ataupun sekedar mampir ke toko-toko untuk
membeli perlengkapan natal.
Natal itulah hari yang selalu ditunggu oleh setiap orang
khususnya penganut agama katolik dan protestan. Natal bagaikan suatu kemenangan
dan kebahagian yang akan kita dapatkan ketika kita merayakannya.
Itulah
yang dirasakan Mark seorang pria yang berumur tujuh belas tahun, dengan
ketampanan dan bakat yang ia miliki dalam bidang musik yang tak usah dihiraukan
lagi. Dia selalu pulang ke tempat dia dilahirkan di Sligo, walaupun sekarang
dia telah disibukan dengan berbagai tugas dari kuliahnya di London. Setiap
malam natal dia selalu menyempatkan diri untuk pulang dan merayakannya dengan
keluarganya di Sligo.
Carla
dia lah adik satu-satunya yang Mark punya. Dia seorang gadis kecil berumur tujuh
tahun, dengan rambut lurus terurai panjang sepinggangnya itu, dengan bando yang
selalu menghiasi rambut panjangnya itu. Pipi merah dan chubby yang membuat dia
selalu terlihat lucu dan orang-orang yang melihatnya pun selalu ingin mencubit
pipi chubbynya itu. Dan satu ciri yang sangat mirip dengan Mark yaitu Carla pun
memiliki lesung pipi yang membuatnya terlihat semakin cantik dan lucu.
Perbedaan umur yang terpaut sepuluh tahun dengan Mark. Membuatnya jarang
bertemu dengan Mark, karena Mark tinggal di London untuk berkuliah di sana.
Namun,
natal tahun ini tak membuat Mark bahagia akan kedatangannya. Sekarang Mark
hanya terdiam di sebuah sofa berwarana coklat yang ia beli di London sebagai
hadiah untuk mom and dadnya itu. Tak lama kemudian ia pun beranjak dari sofa
itu dan pergi ke kamar adiknya Carla. Ia memandangi setiap sudut dan
barang-barang yang ada di kamar itu. Barang-barang yang masih tertata rapi dan
memenuhi kamar itu. Boneka-boneka teddy bear kesukaan adiknya yang tertata rapi
di lemari. Mainan-mainan yang masih tersimpan rapi di box mainan yang terletak
bersebelahan dengan lemari boneka itu. Baju-baju yang masih rapi dengan nuansa
pink terjaja rapi di lemari yang berwarna pink pula. Tempat tidur yang masih
rapi tak terlihat ada satu kotoran ataupun kusut. Dengan seprai bergambarkan
princess pun masih rapi menyelimuti tempat tidurnya. Dan pohon natal yang masih
berdiri tegak lengkap dengan hiasannya yang berdiri di sudut ruangan tempat di
mana Mark terdiam sekarang.
Mark
pun terdiam di sudut kamar adiknya itu dengan duduk di sebuah sofa berwarna
pink, yang ia berikan untuk adiknya itu. Di mana tempat itu adalah tempat
favorite Carla di setiap malam natal untuk menunggu kedatangan kakak
tercintanya itu. Mark pun memandang ke arah jendela yang memperlihatkan halaman
taman yang ia buat bersama adiknya itu. Halaman yang ketika musim semi dipenuhi
dengan berbagai macam bunga-bunga yang berwarna-warni. Dan ketika musim dingin
datang halaman itu berubah menjadi gumpalan salju tebal yang menutupinya.
Sebuah boneka salju pun berdiri dengan tegak tepat berada di samping pagar
rumahnya. Air mata yang tak bisa Mark tahan itu akhirnya keluar dari mata
dengan bola matanya yang biru itu. Dia masih teringat dengan kejadian satu
tahun lalu, yang mungkin menjadi sebuah kesedihan yang mendalam untuk Mark.
***
25/11/2011
“Mom, satu bulan lagi natal ya?
Kak Mark pasti pulang kan, Mom?” Tanya Carla yang terlihat begitu ceria dengan
senyuman manis itu, ketika satu bulan lagi natal tiba dan Mark kakak
tercintanya itu akan pulang.
“Iya sayang, kakak kamu pasti
pulang natal nanti.” Jawab Marie seorang wanita cantik yang melahirkan dua anak
yang begitu cantik dan tampan itu. Hujan yang deras di luar sana membuar Carla
kedinginan dan mimisan.
“Mommy, hidung aku berdarah lagi
aku juga pusing.” Darah terus mengalir dari hidungnya. Membuat suasana menjadi
semakin panik.
“Iya sayang, sini Mommy gendong.
Kamu istirahat di kamar ya, Dad lagi panggil dokternya sayang.” Tubuh kecilnya
itu terkujur kaku di tempat tidur dengan seprai bergambar princess kesukaannya
itu. Tak lama kemudian dokter pun tiba di kamar Carla dan segera memeriksa
keadaannya.
“Dok, bagaimana keadaan anak
saya? Dia sakit apa ya?”
“Bu, sebaiknya kita bicarakan di
luar saja.”
“Baiklah, Dok.” Mereka pun
meninggalkan kamar Carla dan pergi ke ruang tamu untuk membicarakan apa yang
sebenarnya terjadi kepada Carla.
“Dok, jadi bagaimana keadaan
anak saya.”
“Ibu, Bapak saya mau tanya dulu.
Apakah Carla sering mengalami mimisan ataupun pingsan secara tiba-tiba?”
“Iya, Dok. Saya kira seperti
itu, apalagi jika dia kecapekan. Saya kira mungkin itu efek dari kecapekan
saja.”
“Ibu, Bapak sebenarnya Carla
mengalami pingsan atau mimisan secara tiba-tiba bukan karena efek dari
kecapekan semata-mata. Tapi...”
“Tapi kenapa, Dok?”
“Ibu, Bapak sebenarnya Carla mengidap
penyakit leukimia stadium akhir. Saya kira dia telah menginap penyakit ini
kurang lebih selama satu tahun. Mungkin karena Ibu dan Bapak yang mengira yang
dialami Carla ini hanya sebuah efek dari kecapekan. Akhirnya setelah sekian
lama, baru saat ini Ibu dan Bapak mengetahui kondisi Carla yang sebenarnya.”
“Gak mungkin, Dok. Anak saya gak
mungkin mengidap penyakit itu.” Air mata pun mengalir dari kedua mata Marie dan
Oliver sebagai orang tua dari Carla yang baru saja mengetahui bahwa anaknya
mengidap penyakit yang mungkin berujung kematian bagi anaknya itu.
“Tapi Bu, memang ini
kenyataanya. Carla harus segera menjalani terapi untuk menghilangkan rasa sakit
yang akan dia rasakan. Untuk saat ini saya tidak bisa memastikan bahwa Carla
akan sembuh total, berhubung saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkannya.
Ditambah kondisi Carla yang masih anak kecil, memungkinkan sistem imunnya akan
semakin menurun. Sebaik kita berdoa saja kepada Tuhan, semoga Carla mendapatkan
kesembuhan seperti sedia kala. Ibu, Bapak saya mohon pamit dan ini resep obat
yang harus ditebus.”
“Dad, Carla baik-baik saja kan.
Dia gak apa-apa kan.” Air matanya terus mengalir, memperlihatkan bahwa dia
belum bisa menerima kenyataan yang ada.
“Dia akan baik-baik saja, Mom.
Kita tetap berusaha saja akan kesembuhannya dan terus berdoa kepada Tuhan.”
“Moommmyyy.” Suara itu
memecahkan suasana kesedihan yang ada pada diri Marie dan Oliver. Mereka pun
segera menemui Carla di kamarnya.
“Iya sayang, Mom ada di sini.
Ada apa sayang?”
“Aku pengen sama kak Mark. Aku
kangen sama dia.”
“Iya, nanti kak Mark pulang kok.
Mommy telpon dulu ya.”
“Tapi aku yang ngomong sama kak
Mark ya, Mom.” Senyuman manisnya itu pun kembali muncul membuat kenyataan yang
ia dapati itu tak selayaknya ia alami.
“Iya sayang.” Mereka pun segera
mencoba untuk menghubungi Mark.
Beberapa menit kemudian,
“Tut....Tut....Tut.....” Hanya
suara itulah yang mereka dapati, pertanda bahwa Mark tidak menerima telponnya
itu. Mereka pun terus menelpon mark. Namun yang didapati adalah suara yang sama
seperti tadi.
“Mommy mana? Aku mau ngomong
sama kak Mark. Kok lama banget?”
“Kak Mark lagi sibuk sayang. Dia
gak angkat telpon dari Mommy. Nanti Mommy coba telpon lagi ya. Sekarang kamu
makan dulu terus makan obat. Biar cepet sembuh ya, sayang.”
“Tapi aku pengen sama kak Mark,
Mommy.”
“Iya
sayang. Nanti kakak kamu pasti pulang kok. Sekarang kamu makan dan makan obat
ya. Kalo kakak kamu tau, kamu gak mau makan dan makan obat, dia gak akan pulang
loh.”
“Iya
deh aku mau makan dan makan obatnya, asal kak Mark pulang.”
“Nah
gitu dong. Itu namanya anak Mommy.”
Mereka
pun terus mencoba untuk menghubungi Mark. Nampaknya keberuntungan tak berpihak
kepada mereka. Mark tak pernah mengangkat telpon dari mereka atau pun mengabari
mereka. Mark hanya terlalu fokus dengan urusan pribadinya saja tanpa
memperdulikan keluarganya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar