Ku
pejamkan mataku sejenak, hanya sekedar untuk merenungkan masalah-masalah yang
menumpuk di dalam benakku. Tak ku sangka, telah 2 jam lebih aku berdiam diri di
depan jendela kamarku yang memperlihatkan pemandangan desa kecilku yang basah
terkena air hujan. Bau hujan yang khas itu, yang membuatku menyukai hujan.
Akhir-akhir ini hubunganku dengan
kekasihku mengalami masalah. Mark, dia lah pacarku. Dia orang yang baik, ramah,
ganteng, namun kadang juga egois. Mungkin orang-orang melihatku dengan Mark,
bagaikan beauty and the beast. Ya
itulah, julukan dari teman-teman terhadap hubunganku dengan Mark.
Sudah 1 tahun ini aku membina
hubunganku dengan Mark. Namun, tak nampak ada perkembangan yang menuju ke arah
kebahagian untukku dan Mark. Hatiku sakit sekali, ketika aku melihat Mark
digandrungi wanita-wanita. Mungkin wanita-wanita itu lebih cantik daripada aku.
Ya, mau bagaimana lagi? Toh Mark, kan sesosok pria yang dielu-elukan oleh
wanita seisi kampus ini.
Walaupun begitu, tak membuatku
berkecil hati akan semua ini. Yang jelas Mark lebih memilihku daripada
wanita-wanita lain. Namun, semua itu berubah ketika seorang wanita pindahan
yang bernama Natalie terus mendekati Mark. Natalie memang lebih cantik daripada
aku, dia anak orang terkaya sekota ini. Semenjak dia ada di sini, sikap Mark
terhadapku sangat berubah. Dia menjadi kurang perhatian lagi sama aku. Aku
bingung apa salah aku sama dia, sehingga dia memperlakukan ku seperti ini?
Suatu ketika, aku melihat Natalie
sedang berduaan dengan Mark di taman belakang kampus. Hatiku sangat sakit,
bagaikan tertusuk pedang samurai yang sangat tajam. Aku tak bisa berkata
apa-apa, aku hanya bisa berdiam diri dengan air mataku yang terus mengalir
membasahi pipiku.
Tak pernah ku sangka, Mark akan setega
ini membuatku sakit hati. Aku ingin berbicara secara face to face dengan dia. Namun, setiap aku meminta hal tersebut.
Dia selalu mengelak saja, seakan-akan dia sudah tidak menganggapku sebagai
kekasihnya lagi.
Akhirnya, aku putuskan untuk
bercerita kepada sahabatnya Mark. Dia lah Shane, Shane sudah begitu lama
mengenal Mark. Mungkin, hanya Shane yang tau mengapa Mark bisa memperlakukan
hal seperti ini terhadapku.
“Shane.” Ucapku, seketika aku
melihat pria di depan perpustakaan, dengan kaos berwarna merah dan jeans
berwarna hitam yang ia kenakan.
“Iya. Ada apa Sarah?”Tanyanya,
ketika dia mendengarkan ucapanku yang memanggil namanya.
“Shane, aku hanya ingin bertanya
sama kamu. Kenapa sih Mark jadi berubah sama aku?”Tanyaku, yang langsung
menghampiri Shane yang tepat berada di depan pintu perpustakaan.
“Hmmm. Aku kurang tau Sar. Soalnya
akhir-akhir ini aku jarang bertemu dengan Mark. Memangnya ada apa sama dia?”Jawab
Shane yang langsung bertanya kembali kepada ku. Sontak aku pun bingung, mengapa
Shane pun tidak tau apa alasan Mark berubah terhadapku akhir-akhir ini?
“Dia jadi berubah sama aku,
Shane.”keluhku dengan menundukkan kepalaku, yang seakan tak mau untuk melihat
wajah Shane.
“Berubah kayak gimana?”Tanya Shane,
dia pun terlihat seperti kebingungan.
“Dia jadi jutek sama aku, dia udah
gak perhatian lagi sama aku, dan dia pun cenderung lebih dekat kepada Natalie
daripada aku, Shane.”keluhku kembali, air mataku tak sanggup untuk kutampung
lagi. Akhirnya air mataku mengalir bak seperti air yang mengaliri sungai.
“Ya ampun. Seperti itu kah dia
berubah? Aku tak menyangka, dia bisa melakukan ini kepada kamu. Padahal setau
aku dia tuh cinta mati sama kamu, Sar.”
“Aku juga tak menyangka, Shane. Aku
sudah capek terus-terusan seperti ini. Mungkin lebih baik, aku berpisah saja
dengan Mark.” Aku pun sudah patah semangat untuk mempertahankan hubunganku
dengan Mark.
“Sar, kamu jangan patah semangat
gitu dong! Masih banyak kok cara yang bisa kamu tempuh untuk memperbaiki
hubungan kamu dengan Mark?”
“Tapi, Shane. Aku harus bagaimana
lagi berbagai cara telah aku tempuh, namun Mark tetap saja cuek sama aku.”
“Ya sudah. Nanti akan aku bicarakan
kepada Mark.”
“Makasih ya, Shane.” Ucapku sambil
tersenyum kepada Shane.
“Ya, sama-sama.”Ucap Shane sambil
tersenyum kepadaku.
***
Aku pun berjalan dengan begitu
lemasnya. Badanku yang semakin mengecil, membuat orang-orang menyangka ku bak
seorang yang sedang mengalami kesakitan. Mungkin, aku bisa mengelak ketika
orang-orang menanyakan kondisiku. Aku hanya bisa membohongi semua orang. Aku
katakan aku dalam keadaan baik-baik saja, namun hatiku begitu sakit bak
tersayat-sayat oleh pisau yang begitu tajamnya.
Tak ku sangka, badanku telah
tergelatak lemah tak berdaya di lantai kamarku. Darah yang bercecaran dari
hidungku, membuatku semakin bingung. Apa yang telah terjadi kepadaku? Mungkin
aku hanya sekedar kecapekan saja. Aku tak pernah mengeluhkan kejadian seperti
ini kepada orang tuaku, karna aku pikir ini hanya kejadian yang lazim.
Daya tahan tubuhku semakin menurun. Orang
tua membawaku ke rumah sakit. Aku tak pernah tau apa yang telah terjadi kepadaku
selanjutnya? Aku hanya bisa melihat diriku yang terbering tak berdaya di tempat
tidur rumah sakit tersebut.
To be continue....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar