Sabtu, 02 Februari 2013

Paris


In Ayah Beach


London Eye


Christmast Eve III

Sebelumnya
"Ia pun akhirnya membawa sebuah kado dan baju santa clause yang ia beli di sebuah toko tadi ke apartemennya. Di sana ia mulai merekam apa yang akan ia samapaikan kepada adiknya itu. Nampaknya Mark sudah tak sabar untuk segera memeberikan kejutan kepada adiknya itu."


24/12/2012
                Malam natal pun telah tiba, di mana malam ini yang ditunggu-tunggu oleh Carla yang berharap sang kakak akan segera pulang untuk menemuinya. Namun suatu kondisi yang tidak diharapkan terjadi. Kondisi Carla saat ini semakin memburuk. Ia dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit. Carla tetap saja menolaknya karena ia ingin menunggu kedatangan sang kakak.
                “Sayang, kita ke rumah sakit yuk. Di sana kan lebih nyaman sayang. Kamu gak akan ngerasain sakit lagi.” Bujuk Marie yang terus selalu berada di samping Carla.
“Gak mau, Mom. aku mau tunggu kak Mark pulang. aku gak mau ke rumah sakit. Nanti aku gak bisa ketemu sama kak Mark.”
“Bisa kok sayang. Nanti kakak kamu langsung temuin kamu di rumah sakit sayang.”
“Pokoknya, aku gak mau!!!!!”
“Sudah, Mom jangan dipaksa. Nanti kondisinya semakin memburuk.” Usul Oliver yang selalu menjadi penenang.
“Iya, Dad. Mark mana sih belum datang juga.”
“Dad udah coba telpon tapi gak diangkat juga.”
“Dasar!!”
Carla pun mengepalkan kedua tangannya ke atas sembari berdoa.
“Tuhan, aku minta di malam natal ini yang mungkin malam natal yang terakhir buat aku. Karena aku udah capek pusing dan kesakitan kayak gini terus. Tuhan aku cuma meminta datangkanlah kak Mark, Ya Tuhan. Kalau dia gak bisa datang. Please datangkan Santa Clause biar Santa yang anterin kado ini buat kak Mark. Tuhan dengerin doa aku kan? Tuhan kabulin doa aku ya. Amin”
Mendengar doa anaknya itu membuat Marie dan Oliver bercucuran air mata. Namun tak diduga Santa Clause yang Carla minta pun datang di hadapannya. Mereka pun terlejut dengan kedatanganya yang secara tiba-tiba itu.
“Carla, Tuhan dengerin doa Carla. Buktinya sekarang Santa datangkan. Hahaha” dengan menggunakan gaya bicara Santa Clause yang seperti di film-film.
“Santaaaaaaaaaaaaa.” Carla pun langsung memeluk erat Santa Clausenya itu
“Sekarang, Carla duduk di pangkuan Santa sini. Santa punya kado buat Carla. Carla mau apa saja pasti bakal Santa kasih.”
“Kado apa Santa? Aku gak mau apa-apa, Santa. Aku cuma mau Santa kasihin kado ini buat kak Mark ya. Bilangin juga kalau aku sayang banget sama dia. Aku juga kangen banget sama dia. Kalau dia ada di sini aku udah kasihin kadonya.”
“Ini cantik, boneka teddy bear. Boneka itu bisa ngommong loh. Carla tinggal pijit tombol ini ya. Baik cantik. Nanti Santa kasihin kadonya buat kak Mark ya.”
“Makasih, Santa. Iya aku pijit ya tombolnya.” Dan terdengarlah sebuah suara:
“Carla cantik, ini kakak sayang. Kakak sayang banget sama Carla. Carla jangan nakal-nakal ya. Merry Xmas sayang, love you.”
“Santa, ini kan suara kak Mark. Ini kado dari kak Mark ya.”
“Iya sayang. Kamu suka gak?”
 “Aku suka banget Santa. Bilangin ya kalau aku juga sayang banget sama kak Mark. Oh iya, Santa. Aku boleh kan tidur dipelukkannya Santa sambil peluk boneka ini Pelukkannya Santa mirip banget pelukkannya kak Mark.” Tanpa satu orang pun yang menyadari bahwa sang Santa Clause itu adalah Mark.
“Iya, boleh dong cantik.”
“Aku tidur dulu ya, Santa.”
“Ok, cantik.”
Tak ada yang menyadari bahwa sesungguhnya Carla tidur untuk selamanya. Dia tak akan bangun lagi dan tak akan ada di dunia ini. Gadis kecil yang cantik dan lucu itu telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Kelucuannya dan tingkah lakunya akan selalu membekas di ingatan orang-orang yang mengenalnya.
“Carla, sayang. Bangun sayang. Ini kakak.”
“Mark???”
“Iya, Mom ini Mark. Mom, Carla kenapa hidungnya mimisan gini?”
“Hah? Apa? Ayo cepet kita bawa ke rumah sakit.” Mereka pun segera menuju rumah sakit. Carla segera ditangani oleh dokter yang ada di sana.
“Mom, Carla kenapa sebenarnya?”
“Dia, dia” Air matanya tak mampu untuk dibendung lagi dan akhirnya pun mengalir dan membasahi pipinya.
“Dia kenapa Mom?”
“Dia mengidap penyakit leukimia stadium akhir sayang.”
“Hah? Apa??? Gak mungkin Mom.” Tak terasa air mata Mark mulai membasahi pipinya.
“Tapi itu kenyataannya sayang.”
“Kenapa Mom gak kasih tahu, Mark?”
“Mom gak mau membebani pikiran kamu sayang.”
“Tapi kan kalo gini jadinya, Mom salah juga”
“Sudah, sudah kalian tidak perlu bertengkar. Kita berdoa saja untuk kebaikan Carla. Dokternya sudah keluar tuh.” Mark pun segera menghampiri dokter yang menangani adiknya itu.
“Mohon maaf, kami tidak bisa menyelamatkan Carla. Kemampuan kami memang sangat terbatas. Hanya Tuhan yang mampu memberikan yang terbaik. Sekali lagi kami mohon maaf.”
“Apa?????? Gak mungkin. Adik saya baik-baik saja kan dokter.”
“Sebaiknya kalian segera melihat Carla di dalam sana.” Mereka pun segera masuk ke dalam ruangan itu.
“Carla sayang, bangun ya. Kakak janji kakak bakal pulang buat kamu sayang. Please, kakak mohon kamu bangun ya sayang. Kakak sayang banget sama kamu sayang. Jangan tinggalin kakak ya cantik.” Mark hanya bisa memeluk dan menciumi jasad adiknya yang terbujur kaku dan tidak bisa kembali lagi ke dunia ini. Penyesalan itulah yang Mark dapati dari peristiwa ini.
25/12/2012
Natal tahun ini tak membawa suka cita untuk keluraga Mark. Namun, membawa duka cita. Salah satu keluarganya telah Tuhan ambil. Seorang gadis kecil yang cantik dan lucu itu sudah tak ada lagi di dunia ini. Dia telah bertemu dengan Tuhan dan menempati surga di sana. Hari ini juga jasad Carla akan segera dikebumikan. Betapa bersedihnya Mark dan juga kedua orang tuanya. Air mata mereka pun tak kunjung surut. Hal ini lah yang membuat Mark kehilangan semangatnya di hari natal.
***
                Mark masih terdiam di sudut ruangan kamar adiknya itu. Dengan terus melihat ke arah jendela dan masih berharap bisa merayakan natal dengan adik tercintanya itu. Kado yang adiknya mereka belum juga ia buka. Namun, sekarang saat yang tepat untuk membukanya. Dan kado itu berisi dua buah bola kristal yang di dalamnya terdapat sepasang boneka teddy bear yang diberi nama Mark dan Carla. Carla pun menulis sebuah surat yang ia tulis dengan sendiri. Surat itu berisi:
                “Kak Mark, aku sayang banget sama kakak. Aku minta kakak jangan sedih terus karena aku udah gak bisa temenin kakak lagi. Aku bakal lebih sedih kalau kakak terus-terusan kayak gitu. Aku tetap mau kakak senang di malam natal dan di hari natal seperti dulu lagi, kak. Kakak harus janji ya sama aku, kakak bakal senang terus. Bye kakak. Love you.”
Tak terasa air mata Mark mengalir membasahi pipinya. Di malam natal ini dia hanya mengingat-ngingat kejadian yang ia lalu bersama-sama dengan adik tercinta itu. seorang gadis kecil yang akan selalu Mark ingat dan Mark cintai. Carla.

 End

Christmas Eve II

Sebelumnya
"Mereka pun terus mencoba untuk menghubungi Mark. Nampaknya keberuntungan tak berpihak kepada mereka. Mark tak pernah mengangkat telpon dari mereka atau pun mengabari mereka. Mark hanya terlalu fokus dengan urusan pribadinya saja tanpa memperdulikan keluarganya."

 
16/12/2011
Tiga minggu berlalu, kondisi Carla semakin memburuk. Sekarang badannya mulai kurus, pipi yang tadinya chubby menjadi sangat tirus, rambutnya yang panjang semakin berkurang sekarang rambutnya hanya tinggal sebahunya saja. Dia hanya bisa terbaring di tempat tidurnya dengan terus memandang ke arah jendela berharap sang kakak akan segera pulang.
“Mommy. Mommy bohong sama aku. Katanya kak Mark mau pulang. Tapi satu minggu lagi mau natal, kak Mark belum juga pulang.” Air matanya pun mengalir membasahi pipinya.
“Mommy gak bohong kok sayang. Kakak kamu pasti pulang kok. Dia bilang dia mau kasih kejutan sama kamu. Makanya dia belum pulang juga sayang.” Kehangatan pun didapatkan Carla ketika sang ibu Marie memeluk erat dirinya.
“Tapi, aku pengen banget sama kak Mark. Aku takut gak bisa sama dia lagi, gak bisa ketemu dan peluk dia lagi, Mom.”
“Sayang, kok kamu ngomongnya gitu?”
“Ya, aku cuma takut aja. Mom besok aku mau beli perlengkapan buat natal nanti ya, boleh ya Mom. Please.”
“Iya deh, boleh sayang.” Sampai saat ini Carla tak mengetahui apa yang sebenarnya ia alami, seorang anak kecil seperti dia tak harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi yang hanay bisa membuat dia merasa ketakutan saja.
Marie pun tetap berusaha untuk menelpon Mark. Dan berharap Mark akan mengangkat telponnya itu. Akhirnya keberuntungan berpihak kepadanya, Mark pun mengangakat telpon dari ibunya itu.
“Hallo? Ada apa, Mom?” Suara Mark terdengar seakan memecahkan sebuah misteri yang membuat Marie merasa cukup tenang.
“Mark, kamu ke mana saja? Mommy telpon dari tiga minggu yang lalu gak pernah diangkat.”
“Maaf, Mom. Mark lagi sibuk sama tugas dan kegiatan Mark di sini. Jadi handphonenya jarang Mark bawa. Emang ada apa gitu, Mom?”
“Apakah sebaiknya aku ceritakan saja tentang kondisi Carla saat ini? Sebaiknya tidak, aku tidak mau membebani pikiran Mark. Sebaiknya dia mengetahui ini ketika dia pulang nanti” Batin Marie
“Mom?”
“Oh iya, gak apa-apa kok. Tuh adik kamu pengen sama kamu, dia kangen banget sama kamu. Mom, harap secepatnya kamu pulang ya.”
“Mark juga kangen banget sama Carla. Tapi mau gimana lagi, Mark lagi sibuk banget. Mark juga gak janji malam natal nanti Mark pulang, Mom.”
“Hah? Kenapa Mark? Bukannya kamu sudah berjanji kalau setiap malam natal kamu akan pulang?”
“Maaf banget, Mom. Please Mom ngertiin keadaan Mark sekarang. Mark lagi sibuk sama tugas kuliah Mark. Belum lagi tawaran buat ngisi acara, Mom. Mark juga pengen banget pulang. Ya tapi gimana nanti aja deh ya, Mom.”
“Kalau sampe kamu gak pulang malam natal nanti. Kamu akan menyesal.” Marie pun langsung menutup telponnya dengan kekecewaan yang ia dapati ketika mengetahui Mark tidak memberikan kepastiannya untuk pulang malam natal nanti.
 “Mom kenapa ya tutup telponnya gitu aja? Mungkin dia kecewa karena gue gak janji gue bakal pulang nanti malam natal. Tapi kan sebenarnya gue punya kejutan buat Carla nanti.” Batin Mark
Mark pun terfokus ke depan laptop yang ia dapati dari hasil kerja kerasnya bernyanyi di berbagai tempat. Ia hanya tersenym membayang sebuah kejutan yang akan ia berikan kepada Carla malam natal nanti. Tak terbayangkan betapa sedihnya Mark, ketika dia mengetahui bahwa adik tercintanya itu mengidap penyakit yang dapat mendatangkan kematian.
***
Keesokan harinya,
Carla telah bersiap-siap untuk pergi ke toko tempat biasanya ia membeli perlengkapan untuk natal nanti. Dengan memakai dress berwarna pink selutut itu dan rambut yang terurai sebahu dengan bando pink yang menghiasi rambutnya pun mencerminkan kebahagian yang akan ia dapatkan nanti. Senyuman manisnya itu selalu terpancar seolah-olah tidak ada satu orang pun yang akan menyangka kalau gadis kecil nan cantik itu mengidap penyakit yang dapat mendatangkan kematian padanya.
“Mommy, yuk kita beramgkat.” Nampaknya Carla sudah tak sabar untuk segera tiba di toko yang akan ia kunjungi.
“Iya sayang. Tapi janji ya sama Mom, kamu gak akan lari-larian di sana apalagi samape kecapekan ya sayang.”
“Iya, Mommy.”
“Ya udah, masuk mobil sayang. Sekarang kita mau berangkat.”
“Ok, Mommy cantik.”
Mereka pun segera berangkat menuju toko yang biasanya mereka kunjungi untuk membeli perlengkapan natal. Tak membutuhkan waktu yang cukup lama dan akhirnya mereka pun sampai.
“Mommy, kita beli pohon natal yang itu ya.” Carla menunjuk sebuah pohon natal yang berukuran kurang lebih satu meter itu yang masih polos tanpa satu hiasan pun.
“Kan kita udah punya sayang. Yang besar lagi.”
“Iya, tapi aku pengen pohon itu ditaruh di kamar aku, Mom. Boleh ya Mom? Nanti aku yang ngehiasnya kok.”
“Ya udah boleh, sayang. Sekarang kita cari hiasannya ya.”
“Iya, Mom. Aku yang pilihin ya.”
“Iya, sayang.”
Carla pun membawa berbagai pernak-pernik untuk menghiasi pohon natalnya itu. lebih dari sepuluh buah pernak-pernik yang ia beli untuk menghiasi pohon natalnya itu. Mereka pun segera pulang menuju rumah.
“Mommy, ini pernak-perniknya. Banyak kan?”
“Iya sayang banyak banget. Tapi itu apa yang ada di kotak warna pink? Kado dari siapa itu?
“Dari siapa aja.” Jawabnay sambil menjulurkan lidahnya.
“Kamu ini. Kita hias pohon natalnya yuk, sayang.”
“Yuk, Mom.” Dengan semangatnya dia mengikuti ajakan ibunya itu.
***
Mark telah tiba di suatu tempat mainan untuk anak-anak. Ia akan membeli sebuah kado natal untuk adiknya Carla. Namun, Mark tampak kebingungan akan memberikan kado apa untuk adiknya itu.
“Mas ada yang bisa saya bantu?” Seorang waitress pun menhampiri Mark di tengah kebingungannya itu.
“Oh iya, Mbak saya bingung nih. Saya mau memberikan kado untuk adik saya. Tapi saya bingung mau ngasih apa? Hehe”
“Adik Mas cewek atau cowok?”
“Cewek Mbak, umurnya sekitar tujuh tahun.”
“Oh baik, Mas tunggu dulu ya. Saya akan membawakan sebuah barang yang mungkin bisa dijadikan kado untuk adiknya.
“Baik, Mbak.”
Beberapa menit kemudian,
“Mas ini ada sebuah boneka teddy bear yang bisa merekam suara. Jadi Mas bisa merekam suara Mas sebagi pesan untuk adik Mas. Bagaimana, Mas mau membelinya.”
“Cara untuk merekam suaranya bagaimana?”
“Mas tinggal pijit tombol ini saja lalu bicarakan apa yang akan Mas sampaikan.”
“Baiklah, saya beli bonekanya Mbak. Kebetulan adik saya juga sangat menyukai teddy bear. Oh iya Mbak. Di sini menjual baju santa clause gak?”
“Iya Mas, ada di sebelah sana? Mas mau beli? Nanti biar saya yang ambilkan.”
“Iya, Mbak saya mau beli. Tapi jangan disatukan dengan boneka yang tadi ya.”
“Baik Mas.”
“Pasti Carla bakal suka sama kado yang gue kasih buat dia. Mudah-mudahan rencana gue juga berhasil.” Batin Mark.
Ia pun akhirnya membawa sebuah kado dan baju santa clause yang ia beli di sebuah toko tadi ke apartemennya. Di sana ia mulai merekam apa yang akan ia samapaikan kepada adiknya itu. Nampaknya Mark sudah tak sabar untuk segera memeberikan kejutan kepada adiknya itu.
***

Christmas Eve


             Lonceng berbunyi pertanda sekarang adalah malam natal di tahun 2012 ini. Tak terasa tahun 2012 ini akan segera berakhir. Meninggalkan kenangan yang akan selalu membekas di ingatan. Pohon natal yang beukuran kurang lebih dari 5 meter menghiasi pusat kota ini, dengan hiasan khas natal yang selalu menghiasi setiap ranting pohon natal itu, yang memberikan kesan mewah kepada setiap orang yang melihatnya.
            Memang mayoritas di kota Sligo ini menganut agama katolik dan kristen protestan. Tak heran jika natal datang, kota ini akan dipenuhi dengan hiasan yang memenuhi sudut kota dan setiap rumah atau pertokoan di sini. Salju pun selalu menemani ketika natal telah tiba, menambah kesan yang sangat menarik dan berkesan. Suasana di sini pun hangat dengan begitu banyaknya orang yang berbondong-bondong pergi ke gereja ataupun sekedar mampir ke toko-toko untuk membeli perlengkapan natal.
            Natal itulah hari yang selalu ditunggu oleh setiap orang khususnya penganut agama katolik dan protestan. Natal bagaikan suatu kemenangan dan kebahagian yang akan kita dapatkan ketika kita merayakannya.
Itulah yang dirasakan Mark seorang pria yang berumur tujuh belas tahun, dengan ketampanan dan bakat yang ia miliki dalam bidang musik yang tak usah dihiraukan lagi. Dia selalu pulang ke tempat dia dilahirkan di Sligo, walaupun sekarang dia telah disibukan dengan berbagai tugas dari kuliahnya di London. Setiap malam natal dia selalu menyempatkan diri untuk pulang dan merayakannya dengan keluarganya di Sligo.
Carla dia lah adik satu-satunya yang Mark punya. Dia seorang gadis kecil berumur tujuh tahun, dengan rambut lurus terurai panjang sepinggangnya itu, dengan bando yang selalu menghiasi rambut panjangnya itu. Pipi merah dan chubby yang membuat dia selalu terlihat lucu dan orang-orang yang melihatnya pun selalu ingin mencubit pipi chubbynya itu. Dan satu ciri yang sangat mirip dengan Mark yaitu Carla pun memiliki lesung pipi yang membuatnya terlihat semakin cantik dan lucu. Perbedaan umur yang terpaut sepuluh tahun dengan Mark. Membuatnya jarang bertemu dengan Mark, karena Mark tinggal di London untuk berkuliah di sana.
Namun, natal tahun ini tak membuat Mark bahagia akan kedatangannya. Sekarang Mark hanya terdiam di sebuah sofa berwarana coklat yang ia beli di London sebagai hadiah untuk mom and dadnya itu. Tak lama kemudian ia pun beranjak dari sofa itu dan pergi ke kamar adiknya Carla. Ia memandangi setiap sudut dan barang-barang yang ada di kamar itu. Barang-barang yang masih tertata rapi dan memenuhi kamar itu. Boneka-boneka teddy bear kesukaan adiknya yang tertata rapi di lemari. Mainan-mainan yang masih tersimpan rapi di box mainan yang terletak bersebelahan dengan lemari boneka itu. Baju-baju yang masih rapi dengan nuansa pink terjaja rapi di lemari yang berwarna pink pula. Tempat tidur yang masih rapi tak terlihat ada satu kotoran ataupun kusut. Dengan seprai bergambarkan princess pun masih rapi menyelimuti tempat tidurnya. Dan pohon natal yang masih berdiri tegak lengkap dengan hiasannya yang berdiri di sudut ruangan tempat di mana Mark terdiam sekarang.
Mark pun terdiam di sudut kamar adiknya itu dengan duduk di sebuah sofa berwarna pink, yang ia berikan untuk adiknya itu. Di mana tempat itu adalah tempat favorite Carla di setiap malam natal untuk menunggu kedatangan kakak tercintanya itu. Mark pun memandang ke arah jendela yang memperlihatkan halaman taman yang ia buat bersama adiknya itu. Halaman yang ketika musim semi dipenuhi dengan berbagai macam bunga-bunga yang berwarna-warni. Dan ketika musim dingin datang halaman itu berubah menjadi gumpalan salju tebal yang menutupinya. Sebuah boneka salju pun berdiri dengan tegak tepat berada di samping pagar rumahnya. Air mata yang tak bisa Mark tahan itu akhirnya keluar dari mata dengan bola matanya yang biru itu. Dia masih teringat dengan kejadian satu tahun lalu, yang mungkin menjadi sebuah kesedihan yang mendalam untuk Mark.
***
25/11/2011
                “Mom, satu bulan lagi natal ya? Kak Mark pasti pulang kan, Mom?” Tanya Carla yang terlihat begitu ceria dengan senyuman manis itu, ketika satu bulan lagi natal tiba dan Mark kakak tercintanya itu akan pulang.
                “Iya sayang, kakak kamu pasti pulang natal nanti.” Jawab Marie seorang wanita cantik yang melahirkan dua anak yang begitu cantik dan tampan itu. Hujan yang deras di luar sana membuar Carla kedinginan dan mimisan.
                “Mommy, hidung aku berdarah lagi aku juga pusing.” Darah terus mengalir dari hidungnya. Membuat suasana menjadi semakin panik.
                “Iya sayang, sini Mommy gendong. Kamu istirahat di kamar ya, Dad lagi panggil dokternya sayang.” Tubuh kecilnya itu terkujur kaku di tempat tidur dengan seprai bergambar princess kesukaannya itu. Tak lama kemudian dokter pun tiba di kamar Carla dan segera memeriksa keadaannya.
                “Dok, bagaimana keadaan anak saya? Dia sakit apa ya?”
                “Bu, sebaiknya kita bicarakan di luar saja.”
                “Baiklah, Dok.” Mereka pun meninggalkan kamar Carla dan pergi ke ruang tamu untuk membicarakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Carla.
                “Dok, jadi bagaimana keadaan anak saya.”
                “Ibu, Bapak saya mau tanya dulu. Apakah Carla sering mengalami mimisan ataupun pingsan secara tiba-tiba?”
                “Iya, Dok. Saya kira seperti itu, apalagi jika dia kecapekan. Saya kira mungkin itu efek dari kecapekan saja.”
                “Ibu, Bapak sebenarnya Carla mengalami pingsan atau mimisan secara tiba-tiba bukan karena efek dari kecapekan semata-mata. Tapi...”
                “Tapi kenapa, Dok?”
                “Ibu, Bapak sebenarnya Carla mengidap penyakit leukimia stadium akhir. Saya kira dia telah menginap penyakit ini kurang lebih selama satu tahun. Mungkin karena Ibu dan Bapak yang mengira yang dialami Carla ini hanya sebuah efek dari kecapekan. Akhirnya setelah sekian lama, baru saat ini Ibu dan Bapak mengetahui kondisi Carla yang sebenarnya.”
                “Gak mungkin, Dok. Anak saya gak mungkin mengidap penyakit itu.” Air mata pun mengalir dari kedua mata Marie dan Oliver sebagai orang tua dari Carla yang baru saja mengetahui bahwa anaknya mengidap penyakit yang mungkin berujung kematian bagi anaknya itu.
                “Tapi Bu, memang ini kenyataanya. Carla harus segera menjalani terapi untuk menghilangkan rasa sakit yang akan dia rasakan. Untuk saat ini saya tidak bisa memastikan bahwa Carla akan sembuh total, berhubung saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkannya. Ditambah kondisi Carla yang masih anak kecil, memungkinkan sistem imunnya akan semakin menurun. Sebaik kita berdoa saja kepada Tuhan, semoga Carla mendapatkan kesembuhan seperti sedia kala. Ibu, Bapak saya mohon pamit dan ini resep obat yang harus ditebus.”
                “Dad, Carla baik-baik saja kan. Dia gak apa-apa kan.” Air matanya terus mengalir, memperlihatkan bahwa dia belum bisa menerima kenyataan yang ada.
                “Dia akan baik-baik saja, Mom. Kita tetap berusaha saja akan kesembuhannya dan terus berdoa kepada Tuhan.”
                “Moommmyyy.” Suara itu memecahkan suasana kesedihan yang ada pada diri Marie dan Oliver. Mereka pun segera menemui Carla di kamarnya.
                “Iya sayang, Mom ada di sini. Ada apa sayang?”
                “Aku pengen sama kak Mark. Aku kangen sama dia.”
                “Iya, nanti kak Mark pulang kok. Mommy telpon dulu ya.”
                “Tapi aku yang ngomong sama kak Mark ya, Mom.” Senyuman manisnya itu pun kembali muncul membuat kenyataan yang ia dapati itu tak selayaknya ia alami.
                “Iya sayang.” Mereka pun segera mencoba untuk menghubungi Mark.
Beberapa menit kemudian,
                “Tut....Tut....Tut.....” Hanya suara itulah yang mereka dapati, pertanda bahwa Mark tidak menerima telponnya itu. Mereka pun terus menelpon mark. Namun yang didapati adalah suara yang sama seperti tadi.
                “Mommy mana? Aku mau ngomong sama kak Mark. Kok lama banget?”
                “Kak Mark lagi sibuk sayang. Dia gak angkat telpon dari Mommy. Nanti Mommy coba telpon lagi ya. Sekarang kamu makan dulu terus makan obat. Biar cepet sembuh ya, sayang.”
                “Tapi aku pengen sama kak Mark, Mommy.”
“Iya sayang. Nanti kakak kamu pasti pulang kok. Sekarang kamu makan dan makan obat ya. Kalo kakak kamu tau, kamu gak mau makan dan makan obat, dia gak akan pulang loh.”
“Iya deh aku mau makan dan makan obatnya, asal kak Mark pulang.”
“Nah gitu dong. Itu namanya anak Mommy.”
Mereka pun terus mencoba untuk menghubungi Mark. Nampaknya keberuntungan tak berpihak kepada mereka. Mark tak pernah mengangkat telpon dari mereka atau pun mengabari mereka. Mark hanya terlalu fokus dengan urusan pribadinya saja tanpa memperdulikan keluarganya.
***