Sabtu, 02 Februari 2013
Christmast Eve III
Sebelumnya
"Ia pun akhirnya membawa sebuah kado dan baju santa clause yang ia beli di sebuah toko tadi ke apartemennya. Di sana ia mulai merekam apa yang akan ia samapaikan kepada adiknya itu. Nampaknya Mark sudah tak sabar untuk segera memeberikan kejutan kepada adiknya itu."
"Ia pun akhirnya membawa sebuah kado dan baju santa clause yang ia beli di sebuah toko tadi ke apartemennya. Di sana ia mulai merekam apa yang akan ia samapaikan kepada adiknya itu. Nampaknya Mark sudah tak sabar untuk segera memeberikan kejutan kepada adiknya itu."
24/12/2012
Malam
natal pun telah tiba, di mana malam ini yang ditunggu-tunggu oleh Carla yang
berharap sang kakak akan segera pulang untuk menemuinya. Namun suatu kondisi
yang tidak diharapkan terjadi. Kondisi Carla saat ini semakin memburuk. Ia
dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit. Carla tetap saja menolaknya karena ia
ingin menunggu kedatangan sang kakak.
“Sayang, kita ke rumah sakit
yuk. Di sana kan lebih nyaman sayang. Kamu gak akan ngerasain sakit lagi.”
Bujuk Marie yang terus selalu berada di samping Carla.
“Gak
mau, Mom. aku mau tunggu kak Mark pulang. aku gak mau ke rumah sakit. Nanti aku
gak bisa ketemu sama kak Mark.”
“Bisa
kok sayang. Nanti kakak kamu langsung temuin kamu di rumah sakit sayang.”
“Pokoknya,
aku gak mau!!!!!”
“Sudah,
Mom jangan dipaksa. Nanti kondisinya semakin memburuk.” Usul Oliver yang selalu
menjadi penenang.
“Iya,
Dad. Mark mana sih belum datang juga.”
“Dad
udah coba telpon tapi gak diangkat juga.”
“Dasar!!”
Carla
pun mengepalkan kedua tangannya ke atas sembari berdoa.
“Tuhan,
aku minta di malam natal ini yang mungkin malam natal yang terakhir buat aku.
Karena aku udah capek pusing dan kesakitan kayak gini terus. Tuhan aku cuma
meminta datangkanlah kak Mark, Ya Tuhan. Kalau dia gak bisa datang. Please
datangkan Santa Clause biar Santa yang anterin kado ini buat kak Mark. Tuhan
dengerin doa aku kan? Tuhan kabulin doa aku ya. Amin”
Mendengar
doa anaknya itu membuat Marie dan Oliver bercucuran air mata. Namun tak diduga
Santa Clause yang Carla minta pun datang di hadapannya. Mereka pun terlejut
dengan kedatanganya yang secara tiba-tiba itu.
“Carla,
Tuhan dengerin doa Carla. Buktinya sekarang Santa datangkan. Hahaha” dengan
menggunakan gaya bicara Santa Clause yang seperti di film-film.
“Santaaaaaaaaaaaaa.”
Carla pun langsung memeluk erat Santa Clausenya itu
“Sekarang,
Carla duduk di pangkuan Santa sini. Santa punya kado buat Carla. Carla mau apa
saja pasti bakal Santa kasih.”
“Kado
apa Santa? Aku gak mau apa-apa, Santa. Aku cuma mau Santa kasihin kado ini buat
kak Mark ya. Bilangin juga kalau aku sayang banget sama dia. Aku juga kangen
banget sama dia. Kalau dia ada di sini aku udah kasihin kadonya.”
“Ini
cantik, boneka teddy bear. Boneka itu bisa ngommong loh. Carla tinggal pijit
tombol ini ya. Baik cantik. Nanti Santa kasihin kadonya buat kak Mark ya.”
“Makasih,
Santa. Iya aku pijit ya tombolnya.” Dan terdengarlah sebuah suara:
“Carla cantik, ini
kakak sayang. Kakak sayang banget sama Carla. Carla jangan nakal-nakal ya.
Merry Xmas sayang, love you.”
“Santa,
ini kan suara kak Mark. Ini kado dari kak Mark ya.”
“Iya
sayang. Kamu suka gak?”
“Aku suka banget Santa. Bilangin ya kalau aku
juga sayang banget sama kak Mark. Oh iya, Santa. Aku boleh kan tidur
dipelukkannya Santa sambil peluk boneka ini Pelukkannya Santa mirip banget
pelukkannya kak Mark.” Tanpa satu orang pun yang menyadari bahwa sang Santa
Clause itu adalah Mark.
“Iya,
boleh dong cantik.”
“Aku
tidur dulu ya, Santa.”
“Ok,
cantik.”
Tak
ada yang menyadari bahwa sesungguhnya Carla tidur untuk selamanya. Dia tak akan
bangun lagi dan tak akan ada di dunia ini. Gadis kecil yang cantik dan lucu itu
telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Kelucuannya dan tingkah lakunya
akan selalu membekas di ingatan orang-orang yang mengenalnya.
“Carla,
sayang. Bangun sayang. Ini kakak.”
“Mark???”
“Iya,
Mom ini Mark. Mom, Carla kenapa hidungnya mimisan gini?”
“Hah?
Apa? Ayo cepet kita bawa ke rumah sakit.” Mereka pun segera menuju rumah sakit.
Carla segera ditangani oleh dokter yang ada di sana.
“Mom,
Carla kenapa sebenarnya?”
“Dia,
dia” Air matanya tak mampu untuk dibendung lagi dan akhirnya pun mengalir dan
membasahi pipinya.
“Dia
kenapa Mom?”
“Dia
mengidap penyakit leukimia stadium akhir sayang.”
“Hah?
Apa??? Gak mungkin Mom.” Tak terasa air mata Mark mulai membasahi pipinya.
“Tapi
itu kenyataannya sayang.”
“Kenapa
Mom gak kasih tahu, Mark?”
“Mom
gak mau membebani pikiran kamu sayang.”
“Tapi
kan kalo gini jadinya, Mom salah juga”
“Sudah,
sudah kalian tidak perlu bertengkar. Kita berdoa saja untuk kebaikan Carla. Dokternya
sudah keluar tuh.” Mark pun segera menghampiri dokter yang menangani adiknya
itu.
“Mohon
maaf, kami tidak bisa menyelamatkan Carla. Kemampuan kami memang sangat
terbatas. Hanya Tuhan yang mampu memberikan yang terbaik. Sekali lagi kami
mohon maaf.”
“Apa??????
Gak mungkin. Adik saya baik-baik saja kan dokter.”
“Sebaiknya
kalian segera melihat Carla di dalam sana.” Mereka pun segera masuk ke dalam
ruangan itu.
“Carla
sayang, bangun ya. Kakak janji kakak bakal pulang buat kamu sayang. Please,
kakak mohon kamu bangun ya sayang. Kakak sayang banget sama kamu sayang. Jangan
tinggalin kakak ya cantik.” Mark hanya bisa memeluk dan menciumi jasad adiknya
yang terbujur kaku dan tidak bisa kembali lagi ke dunia ini. Penyesalan itulah
yang Mark dapati dari peristiwa ini.
25/12/2012
Natal
tahun ini tak membawa suka cita untuk keluraga Mark. Namun, membawa duka cita.
Salah satu keluarganya telah Tuhan ambil. Seorang gadis kecil yang cantik dan
lucu itu sudah tak ada lagi di dunia ini. Dia telah bertemu dengan Tuhan dan
menempati surga di sana. Hari ini juga jasad Carla akan segera dikebumikan.
Betapa bersedihnya Mark dan juga kedua orang tuanya. Air mata mereka pun tak
kunjung surut. Hal ini lah yang membuat Mark kehilangan semangatnya di hari
natal.
***
Mark masih terdiam di sudut
ruangan kamar adiknya itu. Dengan terus melihat ke arah jendela dan masih
berharap bisa merayakan natal dengan adik tercintanya itu. Kado yang adiknya
mereka belum juga ia buka. Namun, sekarang saat yang tepat untuk membukanya.
Dan kado itu berisi dua buah bola kristal yang di dalamnya terdapat sepasang
boneka teddy bear yang diberi nama Mark dan Carla. Carla pun menulis sebuah
surat yang ia tulis dengan sendiri. Surat itu berisi:
“Kak
Mark, aku sayang banget sama kakak. Aku minta kakak jangan sedih terus karena
aku udah gak bisa temenin kakak lagi. Aku bakal lebih sedih kalau kakak
terus-terusan kayak gitu. Aku tetap mau kakak senang di malam natal dan di hari
natal seperti dulu lagi, kak. Kakak harus janji ya sama aku, kakak bakal senang
terus. Bye kakak. Love you.”
Tak
terasa air mata Mark mengalir membasahi pipinya. Di malam natal ini dia hanya
mengingat-ngingat kejadian yang ia lalu bersama-sama dengan adik tercinta itu.
seorang gadis kecil yang akan selalu Mark ingat dan Mark cintai. Carla.
End
Christmas Eve II
Sebelumnya
"Mereka pun terus mencoba untuk menghubungi Mark. Nampaknya keberuntungan tak berpihak kepada mereka. Mark tak pernah mengangkat telpon dari mereka atau pun mengabari mereka. Mark hanya terlalu fokus dengan urusan pribadinya saja tanpa memperdulikan keluarganya."
"Mereka pun terus mencoba untuk menghubungi Mark. Nampaknya keberuntungan tak berpihak kepada mereka. Mark tak pernah mengangkat telpon dari mereka atau pun mengabari mereka. Mark hanya terlalu fokus dengan urusan pribadinya saja tanpa memperdulikan keluarganya."
16/12/2011
Tiga
minggu berlalu, kondisi Carla semakin memburuk. Sekarang badannya mulai kurus,
pipi yang tadinya chubby menjadi sangat tirus, rambutnya yang panjang semakin
berkurang sekarang rambutnya hanya tinggal sebahunya saja. Dia hanya bisa
terbaring di tempat tidurnya dengan terus memandang ke arah jendela berharap
sang kakak akan segera pulang.
“Mommy.
Mommy bohong sama aku. Katanya kak Mark mau pulang. Tapi satu minggu lagi mau
natal, kak Mark belum juga pulang.” Air matanya pun mengalir membasahi pipinya.
“Mommy
gak bohong kok sayang. Kakak kamu pasti pulang kok. Dia bilang dia mau kasih
kejutan sama kamu. Makanya dia belum pulang juga sayang.” Kehangatan pun didapatkan
Carla ketika sang ibu Marie memeluk erat dirinya.
“Tapi,
aku pengen banget sama kak Mark. Aku takut gak bisa sama dia lagi, gak bisa
ketemu dan peluk dia lagi, Mom.”
“Sayang,
kok kamu ngomongnya gitu?”
“Ya,
aku cuma takut aja. Mom besok aku mau beli perlengkapan buat natal nanti ya,
boleh ya Mom. Please.”
“Iya
deh, boleh sayang.” Sampai saat ini Carla tak mengetahui apa yang sebenarnya ia
alami, seorang anak kecil seperti dia tak harus mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi yang hanay bisa membuat dia merasa ketakutan saja.
Marie
pun tetap berusaha untuk menelpon Mark. Dan berharap Mark akan mengangkat
telponnya itu. Akhirnya keberuntungan berpihak kepadanya, Mark pun mengangakat
telpon dari ibunya itu.
“Hallo?
Ada apa, Mom?” Suara Mark terdengar seakan memecahkan sebuah misteri yang
membuat Marie merasa cukup tenang.
“Mark,
kamu ke mana saja? Mommy telpon dari tiga minggu yang lalu gak pernah
diangkat.”
“Maaf,
Mom. Mark lagi sibuk sama tugas dan kegiatan Mark di sini. Jadi handphonenya
jarang Mark bawa. Emang ada apa gitu, Mom?”
“Apakah
sebaiknya aku ceritakan saja tentang kondisi Carla saat ini? Sebaiknya tidak,
aku tidak mau membebani pikiran Mark. Sebaiknya dia mengetahui ini ketika dia
pulang nanti” Batin Marie
“Mom?”
“Oh
iya, gak apa-apa kok. Tuh adik kamu pengen sama kamu, dia kangen banget sama
kamu. Mom, harap secepatnya kamu pulang ya.”
“Mark
juga kangen banget sama Carla. Tapi mau gimana lagi, Mark lagi sibuk banget.
Mark juga gak janji malam natal nanti Mark pulang, Mom.”
“Hah?
Kenapa Mark? Bukannya kamu sudah berjanji kalau setiap malam natal kamu akan
pulang?”
“Maaf
banget, Mom. Please Mom ngertiin keadaan Mark sekarang. Mark lagi sibuk sama
tugas kuliah Mark. Belum lagi tawaran buat ngisi acara, Mom. Mark juga pengen
banget pulang. Ya tapi gimana nanti aja deh ya, Mom.”
“Kalau
sampe kamu gak pulang malam natal nanti. Kamu akan menyesal.” Marie pun
langsung menutup telponnya dengan kekecewaan yang ia dapati ketika mengetahui
Mark tidak memberikan kepastiannya untuk pulang malam natal nanti.
“Mom kenapa ya tutup telponnya gitu aja?
Mungkin dia kecewa karena gue gak janji gue bakal pulang nanti malam natal.
Tapi kan sebenarnya gue punya kejutan buat Carla nanti.” Batin Mark
Mark
pun terfokus ke depan laptop yang ia dapati dari hasil kerja kerasnya bernyanyi
di berbagai tempat. Ia hanya tersenym membayang sebuah kejutan yang akan ia
berikan kepada Carla malam natal nanti. Tak terbayangkan betapa sedihnya Mark,
ketika dia mengetahui bahwa adik tercintanya itu mengidap penyakit yang dapat
mendatangkan kematian.
***
Keesokan harinya,
Carla
telah bersiap-siap untuk pergi ke toko tempat biasanya ia membeli perlengkapan
untuk natal nanti. Dengan memakai dress berwarna pink selutut itu dan rambut
yang terurai sebahu dengan bando pink yang menghiasi rambutnya pun mencerminkan
kebahagian yang akan ia dapatkan nanti. Senyuman manisnya itu selalu terpancar
seolah-olah tidak ada satu orang pun yang akan menyangka kalau gadis kecil nan
cantik itu mengidap penyakit yang dapat mendatangkan kematian padanya.
“Mommy,
yuk kita beramgkat.” Nampaknya Carla sudah tak sabar untuk segera tiba di toko
yang akan ia kunjungi.
“Iya
sayang. Tapi janji ya sama Mom, kamu gak akan lari-larian di sana apalagi
samape kecapekan ya sayang.”
“Iya,
Mommy.”
“Ya
udah, masuk mobil sayang. Sekarang kita mau berangkat.”
“Ok,
Mommy cantik.”
Mereka
pun segera berangkat menuju toko yang biasanya mereka kunjungi untuk membeli
perlengkapan natal. Tak membutuhkan waktu yang cukup lama dan akhirnya mereka
pun sampai.
“Mommy,
kita beli pohon natal yang itu ya.” Carla menunjuk sebuah pohon natal yang
berukuran kurang lebih satu meter itu yang masih polos tanpa satu hiasan pun.
“Kan
kita udah punya sayang. Yang besar lagi.”
“Iya,
tapi aku pengen pohon itu ditaruh di kamar aku, Mom. Boleh ya Mom? Nanti aku
yang ngehiasnya kok.”
“Ya
udah boleh, sayang. Sekarang kita cari hiasannya ya.”
“Iya,
Mom. Aku yang pilihin ya.”
“Iya,
sayang.”
Carla
pun membawa berbagai pernak-pernik untuk menghiasi pohon natalnya itu. lebih
dari sepuluh buah pernak-pernik yang ia beli untuk menghiasi pohon natalnya
itu. Mereka pun segera pulang menuju rumah.
“Mommy,
ini pernak-perniknya. Banyak kan?”
“Iya
sayang banyak banget. Tapi itu apa yang ada di kotak warna pink? Kado dari
siapa itu?
“Dari
siapa aja.” Jawabnay sambil menjulurkan lidahnya.
“Kamu
ini. Kita hias pohon natalnya yuk, sayang.”
“Yuk,
Mom.” Dengan semangatnya dia mengikuti ajakan ibunya itu.
***
Mark
telah tiba di suatu tempat mainan untuk anak-anak. Ia akan membeli sebuah kado
natal untuk adiknya Carla. Namun, Mark tampak kebingungan akan memberikan kado
apa untuk adiknya itu.
“Mas
ada yang bisa saya bantu?” Seorang waitress pun menhampiri Mark di tengah
kebingungannya itu.
“Oh
iya, Mbak saya bingung nih. Saya mau memberikan kado untuk adik saya. Tapi saya
bingung mau ngasih apa? Hehe”
“Adik
Mas cewek atau cowok?”
“Cewek
Mbak, umurnya sekitar tujuh tahun.”
“Oh
baik, Mas tunggu dulu ya. Saya akan membawakan sebuah barang yang mungkin bisa
dijadikan kado untuk adiknya.
“Baik,
Mbak.”
Beberapa menit kemudian,
“Mas
ini ada sebuah boneka teddy bear yang bisa merekam suara. Jadi Mas bisa merekam
suara Mas sebagi pesan untuk adik Mas. Bagaimana, Mas mau membelinya.”
“Cara
untuk merekam suaranya bagaimana?”
“Mas
tinggal pijit tombol ini saja lalu bicarakan apa yang akan Mas sampaikan.”
“Baiklah,
saya beli bonekanya Mbak. Kebetulan adik saya juga sangat menyukai teddy bear. Oh
iya Mbak. Di sini menjual baju santa clause gak?”
“Iya
Mas, ada di sebelah sana? Mas mau beli? Nanti biar saya yang ambilkan.”
“Iya,
Mbak saya mau beli. Tapi jangan disatukan dengan boneka yang tadi ya.”
“Baik
Mas.”
“Pasti
Carla bakal suka sama kado yang gue kasih buat dia. Mudah-mudahan rencana gue
juga berhasil.” Batin Mark.
Ia
pun akhirnya membawa sebuah kado dan baju santa clause yang ia beli di sebuah
toko tadi ke apartemennya. Di sana ia mulai merekam apa yang akan ia samapaikan
kepada adiknya itu. Nampaknya Mark sudah tak sabar untuk segera memeberikan
kejutan kepada adiknya itu.
***
Christmas Eve
Lonceng berbunyi
pertanda sekarang adalah malam natal di tahun 2012 ini. Tak terasa tahun 2012
ini akan segera berakhir. Meninggalkan kenangan yang akan selalu membekas di
ingatan. Pohon natal yang beukuran kurang lebih dari 5 meter menghiasi pusat
kota ini, dengan hiasan khas natal yang selalu menghiasi setiap ranting pohon
natal itu, yang memberikan kesan mewah kepada setiap orang yang melihatnya.
Memang mayoritas di kota Sligo ini menganut agama katolik
dan kristen protestan. Tak heran jika natal datang, kota ini akan dipenuhi dengan
hiasan yang memenuhi sudut kota dan setiap rumah atau pertokoan di sini. Salju
pun selalu menemani ketika natal telah tiba, menambah kesan yang sangat menarik
dan berkesan. Suasana di sini pun hangat dengan begitu banyaknya orang yang
berbondong-bondong pergi ke gereja ataupun sekedar mampir ke toko-toko untuk
membeli perlengkapan natal.
Natal itulah hari yang selalu ditunggu oleh setiap orang
khususnya penganut agama katolik dan protestan. Natal bagaikan suatu kemenangan
dan kebahagian yang akan kita dapatkan ketika kita merayakannya.
Itulah
yang dirasakan Mark seorang pria yang berumur tujuh belas tahun, dengan
ketampanan dan bakat yang ia miliki dalam bidang musik yang tak usah dihiraukan
lagi. Dia selalu pulang ke tempat dia dilahirkan di Sligo, walaupun sekarang
dia telah disibukan dengan berbagai tugas dari kuliahnya di London. Setiap
malam natal dia selalu menyempatkan diri untuk pulang dan merayakannya dengan
keluarganya di Sligo.
Carla
dia lah adik satu-satunya yang Mark punya. Dia seorang gadis kecil berumur tujuh
tahun, dengan rambut lurus terurai panjang sepinggangnya itu, dengan bando yang
selalu menghiasi rambut panjangnya itu. Pipi merah dan chubby yang membuat dia
selalu terlihat lucu dan orang-orang yang melihatnya pun selalu ingin mencubit
pipi chubbynya itu. Dan satu ciri yang sangat mirip dengan Mark yaitu Carla pun
memiliki lesung pipi yang membuatnya terlihat semakin cantik dan lucu.
Perbedaan umur yang terpaut sepuluh tahun dengan Mark. Membuatnya jarang
bertemu dengan Mark, karena Mark tinggal di London untuk berkuliah di sana.
Namun,
natal tahun ini tak membuat Mark bahagia akan kedatangannya. Sekarang Mark
hanya terdiam di sebuah sofa berwarana coklat yang ia beli di London sebagai
hadiah untuk mom and dadnya itu. Tak lama kemudian ia pun beranjak dari sofa
itu dan pergi ke kamar adiknya Carla. Ia memandangi setiap sudut dan
barang-barang yang ada di kamar itu. Barang-barang yang masih tertata rapi dan
memenuhi kamar itu. Boneka-boneka teddy bear kesukaan adiknya yang tertata rapi
di lemari. Mainan-mainan yang masih tersimpan rapi di box mainan yang terletak
bersebelahan dengan lemari boneka itu. Baju-baju yang masih rapi dengan nuansa
pink terjaja rapi di lemari yang berwarna pink pula. Tempat tidur yang masih
rapi tak terlihat ada satu kotoran ataupun kusut. Dengan seprai bergambarkan
princess pun masih rapi menyelimuti tempat tidurnya. Dan pohon natal yang masih
berdiri tegak lengkap dengan hiasannya yang berdiri di sudut ruangan tempat di
mana Mark terdiam sekarang.
Mark
pun terdiam di sudut kamar adiknya itu dengan duduk di sebuah sofa berwarna
pink, yang ia berikan untuk adiknya itu. Di mana tempat itu adalah tempat
favorite Carla di setiap malam natal untuk menunggu kedatangan kakak
tercintanya itu. Mark pun memandang ke arah jendela yang memperlihatkan halaman
taman yang ia buat bersama adiknya itu. Halaman yang ketika musim semi dipenuhi
dengan berbagai macam bunga-bunga yang berwarna-warni. Dan ketika musim dingin
datang halaman itu berubah menjadi gumpalan salju tebal yang menutupinya.
Sebuah boneka salju pun berdiri dengan tegak tepat berada di samping pagar
rumahnya. Air mata yang tak bisa Mark tahan itu akhirnya keluar dari mata
dengan bola matanya yang biru itu. Dia masih teringat dengan kejadian satu
tahun lalu, yang mungkin menjadi sebuah kesedihan yang mendalam untuk Mark.
***
25/11/2011
“Mom, satu bulan lagi natal ya?
Kak Mark pasti pulang kan, Mom?” Tanya Carla yang terlihat begitu ceria dengan
senyuman manis itu, ketika satu bulan lagi natal tiba dan Mark kakak
tercintanya itu akan pulang.
“Iya sayang, kakak kamu pasti
pulang natal nanti.” Jawab Marie seorang wanita cantik yang melahirkan dua anak
yang begitu cantik dan tampan itu. Hujan yang deras di luar sana membuar Carla
kedinginan dan mimisan.
“Mommy, hidung aku berdarah lagi
aku juga pusing.” Darah terus mengalir dari hidungnya. Membuat suasana menjadi
semakin panik.
“Iya sayang, sini Mommy gendong.
Kamu istirahat di kamar ya, Dad lagi panggil dokternya sayang.” Tubuh kecilnya
itu terkujur kaku di tempat tidur dengan seprai bergambar princess kesukaannya
itu. Tak lama kemudian dokter pun tiba di kamar Carla dan segera memeriksa
keadaannya.
“Dok, bagaimana keadaan anak
saya? Dia sakit apa ya?”
“Bu, sebaiknya kita bicarakan di
luar saja.”
“Baiklah, Dok.” Mereka pun
meninggalkan kamar Carla dan pergi ke ruang tamu untuk membicarakan apa yang
sebenarnya terjadi kepada Carla.
“Dok, jadi bagaimana keadaan
anak saya.”
“Ibu, Bapak saya mau tanya dulu.
Apakah Carla sering mengalami mimisan ataupun pingsan secara tiba-tiba?”
“Iya, Dok. Saya kira seperti
itu, apalagi jika dia kecapekan. Saya kira mungkin itu efek dari kecapekan
saja.”
“Ibu, Bapak sebenarnya Carla
mengalami pingsan atau mimisan secara tiba-tiba bukan karena efek dari
kecapekan semata-mata. Tapi...”
“Tapi kenapa, Dok?”
“Ibu, Bapak sebenarnya Carla mengidap
penyakit leukimia stadium akhir. Saya kira dia telah menginap penyakit ini
kurang lebih selama satu tahun. Mungkin karena Ibu dan Bapak yang mengira yang
dialami Carla ini hanya sebuah efek dari kecapekan. Akhirnya setelah sekian
lama, baru saat ini Ibu dan Bapak mengetahui kondisi Carla yang sebenarnya.”
“Gak mungkin, Dok. Anak saya gak
mungkin mengidap penyakit itu.” Air mata pun mengalir dari kedua mata Marie dan
Oliver sebagai orang tua dari Carla yang baru saja mengetahui bahwa anaknya
mengidap penyakit yang mungkin berujung kematian bagi anaknya itu.
“Tapi Bu, memang ini
kenyataanya. Carla harus segera menjalani terapi untuk menghilangkan rasa sakit
yang akan dia rasakan. Untuk saat ini saya tidak bisa memastikan bahwa Carla
akan sembuh total, berhubung saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkannya.
Ditambah kondisi Carla yang masih anak kecil, memungkinkan sistem imunnya akan
semakin menurun. Sebaik kita berdoa saja kepada Tuhan, semoga Carla mendapatkan
kesembuhan seperti sedia kala. Ibu, Bapak saya mohon pamit dan ini resep obat
yang harus ditebus.”
“Dad, Carla baik-baik saja kan.
Dia gak apa-apa kan.” Air matanya terus mengalir, memperlihatkan bahwa dia
belum bisa menerima kenyataan yang ada.
“Dia akan baik-baik saja, Mom.
Kita tetap berusaha saja akan kesembuhannya dan terus berdoa kepada Tuhan.”
“Moommmyyy.” Suara itu
memecahkan suasana kesedihan yang ada pada diri Marie dan Oliver. Mereka pun
segera menemui Carla di kamarnya.
“Iya sayang, Mom ada di sini.
Ada apa sayang?”
“Aku pengen sama kak Mark. Aku
kangen sama dia.”
“Iya, nanti kak Mark pulang kok.
Mommy telpon dulu ya.”
“Tapi aku yang ngomong sama kak
Mark ya, Mom.” Senyuman manisnya itu pun kembali muncul membuat kenyataan yang
ia dapati itu tak selayaknya ia alami.
“Iya sayang.” Mereka pun segera
mencoba untuk menghubungi Mark.
Beberapa menit kemudian,
“Tut....Tut....Tut.....” Hanya
suara itulah yang mereka dapati, pertanda bahwa Mark tidak menerima telponnya
itu. Mereka pun terus menelpon mark. Namun yang didapati adalah suara yang sama
seperti tadi.
“Mommy mana? Aku mau ngomong
sama kak Mark. Kok lama banget?”
“Kak Mark lagi sibuk sayang. Dia
gak angkat telpon dari Mommy. Nanti Mommy coba telpon lagi ya. Sekarang kamu
makan dulu terus makan obat. Biar cepet sembuh ya, sayang.”
“Tapi aku pengen sama kak Mark,
Mommy.”
“Iya
sayang. Nanti kakak kamu pasti pulang kok. Sekarang kamu makan dan makan obat
ya. Kalo kakak kamu tau, kamu gak mau makan dan makan obat, dia gak akan pulang
loh.”
“Iya
deh aku mau makan dan makan obatnya, asal kak Mark pulang.”
“Nah
gitu dong. Itu namanya anak Mommy.”
Mereka
pun terus mencoba untuk menghubungi Mark. Nampaknya keberuntungan tak berpihak
kepada mereka. Mark tak pernah mengangkat telpon dari mereka atau pun mengabari
mereka. Mark hanya terlalu fokus dengan urusan pribadinya saja tanpa
memperdulikan keluarganya.
***
Langganan:
Postingan (Atom)