Sabtu, 02 Februari 2013

Christmas Eve II

Sebelumnya
"Mereka pun terus mencoba untuk menghubungi Mark. Nampaknya keberuntungan tak berpihak kepada mereka. Mark tak pernah mengangkat telpon dari mereka atau pun mengabari mereka. Mark hanya terlalu fokus dengan urusan pribadinya saja tanpa memperdulikan keluarganya."

 
16/12/2011
Tiga minggu berlalu, kondisi Carla semakin memburuk. Sekarang badannya mulai kurus, pipi yang tadinya chubby menjadi sangat tirus, rambutnya yang panjang semakin berkurang sekarang rambutnya hanya tinggal sebahunya saja. Dia hanya bisa terbaring di tempat tidurnya dengan terus memandang ke arah jendela berharap sang kakak akan segera pulang.
“Mommy. Mommy bohong sama aku. Katanya kak Mark mau pulang. Tapi satu minggu lagi mau natal, kak Mark belum juga pulang.” Air matanya pun mengalir membasahi pipinya.
“Mommy gak bohong kok sayang. Kakak kamu pasti pulang kok. Dia bilang dia mau kasih kejutan sama kamu. Makanya dia belum pulang juga sayang.” Kehangatan pun didapatkan Carla ketika sang ibu Marie memeluk erat dirinya.
“Tapi, aku pengen banget sama kak Mark. Aku takut gak bisa sama dia lagi, gak bisa ketemu dan peluk dia lagi, Mom.”
“Sayang, kok kamu ngomongnya gitu?”
“Ya, aku cuma takut aja. Mom besok aku mau beli perlengkapan buat natal nanti ya, boleh ya Mom. Please.”
“Iya deh, boleh sayang.” Sampai saat ini Carla tak mengetahui apa yang sebenarnya ia alami, seorang anak kecil seperti dia tak harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi yang hanay bisa membuat dia merasa ketakutan saja.
Marie pun tetap berusaha untuk menelpon Mark. Dan berharap Mark akan mengangkat telponnya itu. Akhirnya keberuntungan berpihak kepadanya, Mark pun mengangakat telpon dari ibunya itu.
“Hallo? Ada apa, Mom?” Suara Mark terdengar seakan memecahkan sebuah misteri yang membuat Marie merasa cukup tenang.
“Mark, kamu ke mana saja? Mommy telpon dari tiga minggu yang lalu gak pernah diangkat.”
“Maaf, Mom. Mark lagi sibuk sama tugas dan kegiatan Mark di sini. Jadi handphonenya jarang Mark bawa. Emang ada apa gitu, Mom?”
“Apakah sebaiknya aku ceritakan saja tentang kondisi Carla saat ini? Sebaiknya tidak, aku tidak mau membebani pikiran Mark. Sebaiknya dia mengetahui ini ketika dia pulang nanti” Batin Marie
“Mom?”
“Oh iya, gak apa-apa kok. Tuh adik kamu pengen sama kamu, dia kangen banget sama kamu. Mom, harap secepatnya kamu pulang ya.”
“Mark juga kangen banget sama Carla. Tapi mau gimana lagi, Mark lagi sibuk banget. Mark juga gak janji malam natal nanti Mark pulang, Mom.”
“Hah? Kenapa Mark? Bukannya kamu sudah berjanji kalau setiap malam natal kamu akan pulang?”
“Maaf banget, Mom. Please Mom ngertiin keadaan Mark sekarang. Mark lagi sibuk sama tugas kuliah Mark. Belum lagi tawaran buat ngisi acara, Mom. Mark juga pengen banget pulang. Ya tapi gimana nanti aja deh ya, Mom.”
“Kalau sampe kamu gak pulang malam natal nanti. Kamu akan menyesal.” Marie pun langsung menutup telponnya dengan kekecewaan yang ia dapati ketika mengetahui Mark tidak memberikan kepastiannya untuk pulang malam natal nanti.
 “Mom kenapa ya tutup telponnya gitu aja? Mungkin dia kecewa karena gue gak janji gue bakal pulang nanti malam natal. Tapi kan sebenarnya gue punya kejutan buat Carla nanti.” Batin Mark
Mark pun terfokus ke depan laptop yang ia dapati dari hasil kerja kerasnya bernyanyi di berbagai tempat. Ia hanya tersenym membayang sebuah kejutan yang akan ia berikan kepada Carla malam natal nanti. Tak terbayangkan betapa sedihnya Mark, ketika dia mengetahui bahwa adik tercintanya itu mengidap penyakit yang dapat mendatangkan kematian.
***
Keesokan harinya,
Carla telah bersiap-siap untuk pergi ke toko tempat biasanya ia membeli perlengkapan untuk natal nanti. Dengan memakai dress berwarna pink selutut itu dan rambut yang terurai sebahu dengan bando pink yang menghiasi rambutnya pun mencerminkan kebahagian yang akan ia dapatkan nanti. Senyuman manisnya itu selalu terpancar seolah-olah tidak ada satu orang pun yang akan menyangka kalau gadis kecil nan cantik itu mengidap penyakit yang dapat mendatangkan kematian padanya.
“Mommy, yuk kita beramgkat.” Nampaknya Carla sudah tak sabar untuk segera tiba di toko yang akan ia kunjungi.
“Iya sayang. Tapi janji ya sama Mom, kamu gak akan lari-larian di sana apalagi samape kecapekan ya sayang.”
“Iya, Mommy.”
“Ya udah, masuk mobil sayang. Sekarang kita mau berangkat.”
“Ok, Mommy cantik.”
Mereka pun segera berangkat menuju toko yang biasanya mereka kunjungi untuk membeli perlengkapan natal. Tak membutuhkan waktu yang cukup lama dan akhirnya mereka pun sampai.
“Mommy, kita beli pohon natal yang itu ya.” Carla menunjuk sebuah pohon natal yang berukuran kurang lebih satu meter itu yang masih polos tanpa satu hiasan pun.
“Kan kita udah punya sayang. Yang besar lagi.”
“Iya, tapi aku pengen pohon itu ditaruh di kamar aku, Mom. Boleh ya Mom? Nanti aku yang ngehiasnya kok.”
“Ya udah boleh, sayang. Sekarang kita cari hiasannya ya.”
“Iya, Mom. Aku yang pilihin ya.”
“Iya, sayang.”
Carla pun membawa berbagai pernak-pernik untuk menghiasi pohon natalnya itu. lebih dari sepuluh buah pernak-pernik yang ia beli untuk menghiasi pohon natalnya itu. Mereka pun segera pulang menuju rumah.
“Mommy, ini pernak-perniknya. Banyak kan?”
“Iya sayang banyak banget. Tapi itu apa yang ada di kotak warna pink? Kado dari siapa itu?
“Dari siapa aja.” Jawabnay sambil menjulurkan lidahnya.
“Kamu ini. Kita hias pohon natalnya yuk, sayang.”
“Yuk, Mom.” Dengan semangatnya dia mengikuti ajakan ibunya itu.
***
Mark telah tiba di suatu tempat mainan untuk anak-anak. Ia akan membeli sebuah kado natal untuk adiknya Carla. Namun, Mark tampak kebingungan akan memberikan kado apa untuk adiknya itu.
“Mas ada yang bisa saya bantu?” Seorang waitress pun menhampiri Mark di tengah kebingungannya itu.
“Oh iya, Mbak saya bingung nih. Saya mau memberikan kado untuk adik saya. Tapi saya bingung mau ngasih apa? Hehe”
“Adik Mas cewek atau cowok?”
“Cewek Mbak, umurnya sekitar tujuh tahun.”
“Oh baik, Mas tunggu dulu ya. Saya akan membawakan sebuah barang yang mungkin bisa dijadikan kado untuk adiknya.
“Baik, Mbak.”
Beberapa menit kemudian,
“Mas ini ada sebuah boneka teddy bear yang bisa merekam suara. Jadi Mas bisa merekam suara Mas sebagi pesan untuk adik Mas. Bagaimana, Mas mau membelinya.”
“Cara untuk merekam suaranya bagaimana?”
“Mas tinggal pijit tombol ini saja lalu bicarakan apa yang akan Mas sampaikan.”
“Baiklah, saya beli bonekanya Mbak. Kebetulan adik saya juga sangat menyukai teddy bear. Oh iya Mbak. Di sini menjual baju santa clause gak?”
“Iya Mas, ada di sebelah sana? Mas mau beli? Nanti biar saya yang ambilkan.”
“Iya, Mbak saya mau beli. Tapi jangan disatukan dengan boneka yang tadi ya.”
“Baik Mas.”
“Pasti Carla bakal suka sama kado yang gue kasih buat dia. Mudah-mudahan rencana gue juga berhasil.” Batin Mark.
Ia pun akhirnya membawa sebuah kado dan baju santa clause yang ia beli di sebuah toko tadi ke apartemennya. Di sana ia mulai merekam apa yang akan ia samapaikan kepada adiknya itu. Nampaknya Mark sudah tak sabar untuk segera memeberikan kejutan kepada adiknya itu.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar